Oleh: Hannan Putra
Abdul Halim Mahmud, mantan pemimpin tertinggi Al-Azhar mendefinisikan, haji merupakan kumpulan yang sangat indah dari simbol-simbol kerohanian yang mengantarkan seorang Muslim masuk lingkungan Ilahi apabila haji itu dilaksanakan dalam bentuk dan caranya yang benar.
Untuk mencapai haji yang mabrur tersebut, diperlukan kebersihan dan kesempurnaan rangkaian-rangkaian kegiatan haji mulai dari awal hingga akhir. Dimulai dari niat yang ikhlas karena memenuhi panggilan Allah semata. Bukan karena motivasi-motivasi lainnya meskipun secuil.
Biaya yang dipergunakan untuk pelaksanaan haji dan bekal bagi keluarga yang ditinggalkan haruslah berasal dari rezeki yang halal lagi baik. Kemudian, dibarengi dengan usaha yang maksimal untuk mempelajari tata cara pelaksanaan haji sesuai dengan sunah Rasulullah SAW. Lalu, diwujudkan dengan melaksanakan ibadah haji dengan sebaik-baiknya.
Jamaah haji yang berhasil memperoleh haji mabrur akan mendapatkan manfaat yang banyak dalam kehidupannya, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Di antara manfaat yang diperoleh dari haji mabrur dijelaskan dalam sebuah hadis panjang yang berasal dari Ibnu Umar.
Abdullah bin Umar berkisah bahwa suatu ketika ia duduk bersama Nabi Muhammad SAW di Masjid Mina. Ketika itu, datanglah seorang dari suku Tsaqif hendak bertanya. Pertanyaannya seputar ganjaran bagi seseorang yang mendatangi Baitullah (haji).
Rasulullah SAW pun bersabda, “Sesungguhnya jika engkau berangkat dari rumahmu menuju Bait al-Haram (Ka’bah) maka untamu tidak meletakkan kakinya, tidak pula mengangkatnya kecuali Allah menetapkan untukmu satu kebaikan serta menghapus satu dosa.
Adapun shalat dua rakaat yang kamu lakukan setelah thawaf maka ganjarannya sama dengan memerdekakan seorang dari putra Isma’il AS. Adapun saimu antara Shafa dan Marwah, pahalanya adalah bagaikan memerdekakan tujuh puluh hamba sahaya.
Adapun wukufmu pada sore hari di Arafah maka sesungguhnya Allah ‘turun’ ke langit dunia untuk membanggakanmu kepada malaikat-malaikat sambil berfirman, ‘Hamba- hamba-Ku datang berbondong- bondong dari seluruh penjuru, mereka mengharapkan surga-Ku.’ Seandainya dosa-dosamu sebanyak butir-butir pasir atau tetes-tetes hujan, atau buih di lautan, pasti akan Aku ampuni. Bertolaklah (dari Arafah ke Mina) dalam keadaan telah diampuni untukmu dan untuk siapa yang kamu mintakan untuk diampuni.
Adapun lontaran kerikilmu maka setiap kerikil yang engkau lontarkan merupakan pengampunan dari dosa besar yang menjerumuskanmu ke neraka. Sedangkan penyembelihan korban yang engkau lakukan maka itu dijadikan bekal untukmu di sisi Tuhanmu. Sedangkan bertahalul (bercukur rambut) yang engkau lakukan maka untuk setiap rambut yang engkau cukur, satu ganjaran kebajikan dan menghapus dirimu satu dosa.
Adapun thawafmu di sekeliling Ka'bah sesudah itu (thawaf ifadah sesudah bercukur) maka sebenarnya ketika itu, engkau melaksanakan thawaf dalam keadaan tidak memiliki dosa, malaikat datang meletakkan tangannya di bahumu sambil berkata, ‘Bekerjalah untuk masa datang karena telah diampuni dosamu yang lalu.” (HR Al-Thabrani dan Al-Mundziri).
Haji mabrur tersebut harus tetap dipelihara dengan cara menerapkan dalam kehidupan sehari-hari segala hikmah dan pelajaran yang terkandung dalam rangkaian ibadah haji.